PENDAHULUAN
Anatara kebudayaan dan masyarakat itu terdapat hubungan yang erat.
Masayarakat tidak mungkin ada tanpa kebudayaan, dan kebudayaan hanya mungkin
ada di dalam satu masyarakat. Dua pengertian kebudayaan dan masyarakat
sebenarnya merupakan dua segi dari satu kenyatan kehidupan social manusia.
Dengan kondisi biologi dan psychologinya yang khusus itu, manusia harus bekerja
sama dengan manusia yang lain dalam ikatan masyarakat untuk dapat melangsungkan
kehidupan jenisnya. Adapun hidup bermasyarakat mengandung arti hidup
berkelompok-kelompok secara tertib dan menjalani kaidah-kaidah kehidupan yang
sebaiknya. Dilihat dari segi kemasyarakatannya kehidupan bersama antara manusia
menunjukkan adanya proses sosial dan relasi social. Proses sosial adalah cara-cara
dari pada interaksi sosial yang dapat kita ilhat apabila individu dan kelompok
bertemu dan membentuk satu system relasi social, atau apa yang terjadi apabila perubahan-perubahan menganggu satu
cara hidup yang telah tersusun.
Penyebaran manusia. Ilmu paleoantropologi memperkirakan bahwa
makhluk manusia yang pertama hidup di daerah sabana beriklim tropis di afrika
timur. Manusia sekarang telah menduduki hampir seluruh muka bumi dengan
berbagai jenis lingkungan iklim yang berbeda-beda. Hal itu hanya mungkin
terjadi dengan proses pengembang biakan, migrasi, serta adaptasi fisik dan
social budaya, yang berlansung berates-ratus ribu tahun lamanya.
Telah lama manusia tertarik pada kebiasaan-kebiasaan atau
kebudayaan dari manusia lainnya. Namun baru lebih kurang dalam 100 tahun
terakhir ini, studi tentang kebudayaan manusia diterapkan sedemikian sehingga
studi ini dapat disebut suatu studi yang ilmiah.
Untuk menggambarkan kebudayaan-kebudayaan secara lebih tepat dan
benar, para ahli antropologi mulai hidup ditengah-tengah masyarakat yang di
pelajarinya, sehingga mereka dapat melakukan pengamatan dengan baik. Dengan
kata laon para ahli antropologi mulai melaksanakan penilitian lapangan (field
work).
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Migrasi dan Difusi Kebudayaan
Migrasi adalah peristiwa berpindahnya suatu organisme dari suatu bioma ke bioma lainnya. Dalam banyak kasus, organisme bermigrasi untuk
mencari sumber-cadangan-makanan yang baru untuk menghindari kelangkaan makanan
yang mungkin terjadi karena datangnya musim dingin atau karena overpopulasi.[1]
Difusi adalah peristiwa mengalirnya/berpindahnya suatu zat dalam pelarut dari bagian berkonsentrasi tinggi ke bagian yang
berkonsentrasi rendah.[2]
Kata budaya
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai pikiran, akal budi atau
adat-istiadat. Secara tata bahasa, pengertian kebudayaan diturunkan dari kata
budaya yang cenderung menunjuk pada pola pikir manusia. Kebudayaan sendiri
diartikan sebagai segala hal yang berkaitan dengan akal atau pikiran manusia,
sehingga dapat menunjuk pada pola pikir, perilaku serta karya fisik sekelompok
manusia.
Sedangkan
definisi kebudayaan menurut Koentjaraningrat sebagaimana dikutip Budiono K,
menegaskan bahwa, “menurut antropologi, kebudayaan adalah seluruh sistem
gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan
bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan belajar”. Pengertian tersebut
berarti pewarisan budaya-budaya leluhur melalui proses pendidikan.[3]
Difusi kebudayaan adalah salahsatu bentuk penyebaran unsur-unsur
kebudayaan dari tempat satu ke tempat lainnya.[4]
2.
Sejarah
Persebaran Unsur-unsur Kebudayaan Manusia
Berhubung
dengan perhatian terhadap masalah persebaran kebudayaan tersebut, F. Ratzel (
1884-1994 ) yang pernah mempelajari bentuk senjata busur di Afrika. Ia banyak
menemukan persamaan bentuk di Negara lain dengan busur di Afrika, sehingga ia
berkesimpulan bahwa, di waktu yang lampau antara suku-suku bangsa pernah ada
hubungan.
Kebudayaan
manusia itu pangkalnya satu, dan pada satu tempat tertentu. Kemudian kebudayaan
induk itu berkembang, menyebar dan pecah, karena pengaruh keadaan lingkungan
dan waktu. Sepanjang masa di muka bumi ini senantiasa terjadi gerak perpindahan
bangsa-bangsa yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Tugas terpenting
ilmu etnologi ialah untuk mencari kembali sejarah gerak perpindahan
bangsa-bangsa itu.
3.
Konsep
Kulturkreis dan Kulturschicht dari Graebner
Di Jerman
penelitian-penelitian pada pangkalnya dikembangkan oleh F. Ratzel tadi, di olah
lebih lanjut oleh F. Graebner ( 1877- 1934 ). Ia mendapat ide untuk menggunakan
sautu cara baru untuk benda-benda di museum. benda-benda itu biasanya disusun
menurut tempat asalnya, tetapi Graebner mencoba untuk menyusunnya berdasarkan
persamaan unsur-unsur tersebut.sekumpulan tempat dimana benda-benda yang sama
sifatnya dietmukan, itu oleh Graebner disebut satu Kulturkreis.
Dengan klasifikasi
kulturkries itu direkonstroksikan Kulturhistori umat manusia, dan tampak
sejarah persebaran bangsa-bangsa dimuka bumi. Jumlah unsur-unsur dimuka bumi
dari beribu-ribu kebudayaan dapat mencapai angka ratusan ribu.
4.
Mazhab
Schmidt
Wilhelm Schmidt
( 1865-1954 ) mendapat pendidikan dasarnya dalam ilmu bahasa, namun sejak
permulaan riwayat karya ilmiahnya ia menaruh perhatian kepada ilmu antropologi.
Schmidt adalah guru besar pada suatu perguruan tinggi yang pusatnya mula-mula
di Austria, kemudian di Swiss.
W . Schmidt
menjadi terkenal dalam ilmu antropologi sebagai seorang yang telah
mengembangkan lebih lanjut klasifikasi
kebudayaan-kebudayaan di dunia di dalam kulturkries. Klasifikasi itu
dicita-citakan untuk dilakukan seccara besar-besaran, dengan tujuan untuk dapat
melihat sejarah persebaran dan perkembangan kebudayaan atau kulturhistorie dari
seluruh umat manusia di muka bumi.
5.
Teori
difusi rifers
W.H.R. Rivers (
1864-1922 ) mula-mula adalah seorang dan ahli psikologi yang kemudian tertarik
pada ilmu antropologi, ketika ia turut sebagai anggota CambridgeTorres Straits
Expedition dalam tahun 1899. Expedisi yang merupakan peritiwa penting dalam
sejarah perkembangan ilmu antropologi itu bermaksud menelti hubungan antara
kebudayaan suku bangsa yang mendiami sekitar
Selat Torres, yaitu Irian Selatan dan Australia Utara.
Selama bekerja
sebagai anggota expedisi, Rivers telah berhasil mengembangkan suatu metode
wawancara yang baru, yang menyebabkan bahwa ia berhasil mengumpulkan banyak
bahan, terutama mengenai system kemasyarakatan suku-suku bangsa yang tinggal di
sekitar selat Torres.
Apabila seorang
peneliti datang kepada masyarakat, maka sebagian informasi akan diperoleh
dengan berbagai metode wawancara. Rifers mengalami bahwa banyak bahan
keterangan mengenai kehidupan masyarakat dapat dianalisa dari daftar asal usul dari
para informan. Metode ini sekarang terkenal dengan nama metode genealogi, atau
genealogical method dan merupaka alat utama bagi tiap peneliti antropologi yang
akan melakukan field work.
6.
Teori
Difusi Elliot Smith dan Perry
Mereka
mengajukan teori bahwa dalam sejarah kebudayaan pada zaman purbakala pernah
terjadi peristiwa difusi besar yang berpangkal di Mesir, yang bergerak ke arah
Timur. Teori itu disebut dengan heliolithic theory, karena menurut Elliot Smith
dan Perry unsure-unsur penting dalam kebudayaan Mesir kuno yang bersebar ke
daerah luas tersebut Nampak pada bangunan-bangunan batu besar, atau megalith.
Pandangan yang ini sebenarnya tidak begitu aneh pada zaman itu,
yaitu sekitar zaman perang Dunia I,waktu orang-orang Eropa sedang kagum-kagumnya
dengan peninggalan kebudayaan mesir kuno. Kekaguman Ellioth Smith atas
kebudayaan itu mulainya karena sebagai ahli atanomi ia mulai melakukan
penelitian terhadap otak-otak mumi-mumi Mesir itu. Dari aktivitas tersebut ia
mulai tertarik dengan kebudayaan Mesir Kuno, dan selama ia mendalami dirinya ke
dalam buku-buku kebudayaan itu, ia mendapat kesan bahwa banyak unsure-unsur
persamaan dalam kebudayaan itu dengan kebudayaan-kebudayaan yang ada di
tempat-tempat lain pada zaman dahulu. Ia berpendapat bahwa unsur-unsur yang
tersebar luas di berbagai tempat di dunia ini berasal dari Mesir Kuno. Dengan
demikian timbullah teori Heliolitik.
7.
Gejala Persamaan Unsur-unsur Kebudayaan.
Sejak lama para
sarjana tertarik akan adanya betuk-bentuk yang sama dari unsur-unsur kebudayaan
di berbagai tempat yang sering kali jauh letaknya satu sama lain. Ketika cara
berpikir mengenai evolusi kebudayaan berkuasa, para sarjana menguraikan gejala
persamaan itu dengan keterangan bahwa persamaan-persamaan itu disebabkan karena
tingkat-tingkat yang sama dalam proses evolusi kebudayaan di berbagai tempat di
muka bumi. Sebaliknya ada juga uraian-uraian lain yang mulai tampak dikalangan
antropologi, terutama waktu cara berpikir mengenai evolusi kebudayaan mulai
kehilangan pengaruh, yaitu kira-kira pada akhir abad ke-19.Menurut uraian ini,
gejala persamaan unsur-unsur kebudayaan berbagai tempat didunia disebabkan
karena persbaran atau difusi dari unsur-unsur itu ke tempat-tempat tadi. Dengan
demikian, kalau didua tempat, misalnya di A dan B disebabkan karena disebabkan
karena kebudayaan di A dan di B kebetulan ada pada evolusi yang sama; sedangkan
konsep baru mengatakan bahwa kepandaian membuat kapal bercadi serupa itu telah
menyebar dari A ke B (atau sebaliknya) dalam zaman yang lampau.
Bentuk-bentuk Difusi Kebudayaan
1.
Simbiosis,
yaitu saling memberi dan menerima unsur-unsur budaya antara dua masyarakat yang berdampingan. Ada tiga macam simbiosis,
yaitu :
a.
Simbiosisi
mutualisme, yaitu kerja sama yang saling menguntungkan
b.
Simbiosis
Komensalisme, yaitu simbiosis yang satu untung dan yang lain tidak untung
ataupun dirugikan.
c.
Simbiosis
Parasitisme, yaitusatu untung dan yang lain rugi.
2.
Penyebaran
kebudayaan ke masyarakat lain secara damai. Contoh, masuknya kebudayaan Hindu,
buddha, dan islam ke Indonesia.
3.
Penyebaran
kebudayaan melalui cara kekerasan dan paksaan. Contoh, penjajahan dan pemaksaan
kehendak.
Penyebaran ini biasanya dibawa oleh sekelompok orang manusia yang melakukan migrasi ke suatu tempat sehingga kebudayaan mereka turut melebur di daerah yang mereka tuju.[5]
1.
Bentuk
Penyebaran kebudayaan juga dapat terjadi dengan berbagai cara. Antara lain:
.Adanya individu-individu tertentu yang membawa unsur-unsur kebudayaannya ke tempat yang jauh. Misalnya para pelaut dan penyebar agama. Mereka pergi hingga jauh ke suatu tempat dan mereka mendifusikan budaya-budaya mereka, darimana mereka berasal yang mana hal ini biasanya dilakukan para penyebar agama.
.Adanya individu-individu tertentu yang membawa unsur-unsur kebudayaannya ke tempat yang jauh. Misalnya para pelaut dan penyebar agama. Mereka pergi hingga jauh ke suatu tempat dan mereka mendifusikan budaya-budaya mereka, darimana mereka berasal yang mana hal ini biasanya dilakukan para penyebar agama.
2.
Penyebaran
unsur-unsur kebudayaan yang dilakukan oleh individu-idividu dalam suatu kelompok
dengan adanya pertemuan antara individu-individu kelompok yang lain. Disinilah
terjadi proses difusi budaya dimana mereka saling mempelajari dan saling
memahami antara budaya mereka masing-masing.
3.
Cara
lain adalah adanya bentuk hubungan perdagangan, dimana para pedagang masuk ke
suatu wilayah dan unsur-usur budaya pedagang tersebut masuk ke dalam kebudayaan
penerima tanpa disengaja.
Migrasi ada yang berlangsung lamban dan otomatis, tetapi ada pula
yang cepat dan mendadak. Migrasi yang lamban dan otomatis berkembang sejajar
dengan peningkatan jumlah umat manusia di dunia. Proses evolusi itu menyebabkan
bahwa makhluk manusia senantiasa memerlukan daerah yang makin lama makin luas.
Dari suku-suku bangsa yang hingga kini masih mengggantungkan hidup dengan berburu,
kita ketahui bahwa walaupun mereka tidak memiliki tempat tinggal yang tetap,
mereka selalu bergerak dalam batas-batas wilayah berburu tertentu, yang mereka
kenal dengan sangat teliti. Pengetahuan mereka mengenai topografi dari tanah
dalam wilayah itu, tempat-tempat yang dilalui oleh berbagai jenis hewan, dan
sebagainya, yang semua mereka kuasai dengan baik, karena itu menyebabkan bahwa
mereka enggan berpindah ke suatu wilayah berburu lain. Namun dalam jangka waktu
yang sangat panjang, tanpa di sadari diri sendiri, wilayah tersebut
lama-kelamaan bergeser juga, yang antara lain disebabkan karena berkurangnya
hewan yang diburu, jumlah manusia sudah terlampaui banyak, dan sebagainya.
Dengan demikian, migarsi besar yang terjadi dengan perpindahan
kelompok-kelompok manusia dari benua Asia ke benua Amerika pada akhir Zaman
ke-IV, adalah suatu migrasi yang berlangsung dalam suatu kurun waktu yang
sangat panjang,yang juga tidak disadari oleh kelompok-kelompok itu sendiri.
Selain migrasi-migrasi yang berlangsung sangat lamban itu, terjadi
pula migrasi-migrasi yang cepat dan mendadak, yang dapat disebabkan oleh
berbagai peristiwa, seperti bencana alam, wabah, perubahan mata pencaharian
hidup, perang, dan peristiwa-peristiwa khusus yang telah tercatat dalam sejarah,
seperti misalnya perkembangan pelayaran bengsa Cina di Asia Timur dan Asia
Tenggara, perkembangan pelayaran bangsa Cina pelayaran bangsa-bangsa Arab di
Asia selatan dan Afrika Timur, migrasi bangsa-bangsa Arab dan Asia barat ke
Afrika Utara , perkembangan pelayaran bangsa-bangsa Eropa ke Afrika, Asia, dan
Amerika, transmigrasi 3 jua orang Spanyol ke Amerika Selatan dalam abad ke-16
dan ke-17, transmigrasi sebanyak 55 juta orang Eropa ke Amerika Utara, Tengah,
dan Selatan (sebagai budak belian di abad ke-18 dan ke-19), migrasi suku-suku
bangsa Afrika berbahasa bantu dari Afrika Barat ke Afrika Timur dan Selatan,
migrasi-migrasi besar suku-suku bangsa peternak di AsiaTengah di bawah pimpinan
Jenghis Khas, migrasi suku-suku bangsa penduduk kepulauan Polynesia dan
Mikronesia dari satu pulau lain, dan lain-lain.[6].
KESIMPULAN
Qualitats Kriterium
seorang peneliti mula-mula harus melihat ditempat-tempat dimana dimuka
bumi terdapt unsure-unsur kebudayaan yang sama. Kesadaran akan persamaan itu
dicapai dengan alasan pembandingan beberapa ciri-ciri, atau kualitas dari unsur
tersebut.
QuantitatsKriterium
Peneliti harus melihat apakah di A ada unsur-unsur
lain yang sama dengn unsur-unsur lain di B dan C. maka alasan pembandingan
berupa suatu jumlah banyak dari unsure kebudayaan ditempat tersebut.
Kulturkreis
Akhirnya peneliti mengolongkan ketiga tempat itu, yaitu A,B,C dimana terdapat ketiga kulturkomplex tadi menjadi satu, seolah-olah memasukkan ketiga tempat diatas peta bumi itu kedalam satu lingkaran.
Mazhab Schimidt
Schemidt berpendirian bahwa keyakinan aka nadanay satu Tuhan bukanlah suatu perkembangan yang termuda dalam sejarah kebudayaan manusia. Religi yang bersifat monotheismeitu malahan adalah bentuk yang sangat tua
Teori Difusi Rivers
Metode yang oleh Rivers kemudian diuraikan dalam karangan berjudul A Genealogical method of Anthropological Inquiry merupakan suatu metode yang kemudian akan menjadi metode pokok dalam sebagian besar penelitian antropologi yang berdasarkan field work.
Apabila seorang peneliti dating kepada suatu masyarakat maka sebagian besar dari bahan keterangannya akan diperolehnya dari para informan, dengan berbagai macam metode wawancara. Dengan demikian seorang peneliti harus mengumpulkan sebanyak mungkin daftar asal-usul individu-individu dalam masyarakat objek penelitiannya itu. Dengan engajukan pertanyaan-pertanyan mengenai kaum kerabat dan nenek moyang para individu tadi sebagai pangkal, seorang peneliti dapat mengembangkan uatu wawancara yang luas sekali, mengenai berbagai macamperistiwa yang menyangkut kaum kerabat dan nenek moyang tadi, dengan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat konkret.
Teori difusi Smith dan Perry
Mereka mengajukan bahwa dalam sejarah kebudayaan dunia pada zaman purbakala pernah terjadi suatu peristiwa difusi yang besar yang berpangkal dimesir, yang bergerak kearah timur dan yang meliputi jarak yang sangat jauh, yaitu kedaerah-daerah disekitar lautan tengah, ke Afrika, India, Indonesia, Polinesia dan Amerika. Teori ini sering disebut HeliolithicTheory.
DAFTAR PUSTAKA
Harsojo, PengantarAntropologi,( : Bina Cipta)
Koenjaraningrat, sejarah antropologi, ( Jakarta: Universal Indonesia 1987 )
Koenjaraningrat, Pengantar Anropologi I, ( Jakarta: Rineka Cipta
1996 )
id.wikipedia.org/wiki/Migrasi/24 okt 2013